Minggu, 26 Mei 2019

The Responsibility Makes Me Grow Up!


Learning to be responsible makes me more mature, so many things that make me required to be responsible. Starting from my family, as the last child I was given the responsibility to the independent and even had to be able to study at my own expense until I graduated from college, because in my family, only me went on the higher education. Initially I always had negative thought on my parents, but with this I was required to be responsible for myself and this way can make me more mature. Beside, I have to be responsible for my parent. Even though didn’t earn mostly for my parents, at least I can help and care for them in their old days. I admit, this isn’t a demand, but as a child I’m obliged on my parents. I’m going to make my parents happy, even though they have not yet achieved it. They could never advise me to maintain responsibility in any case.
When I entered the world of college, I found many things. Like the problems I have to face in class even outside the classroom. I have to be able to control myself and remain patient in facing problems in campus organization and so on. I feel that things are very different from the previous college environment. I have to be able to control emotions, because this is the place to find my identity and not to fall into bad shape. The experienced made me capable because adulthood are the choise.



Rabu, 08 Mei 2019

Usaha tak pernah menghianati hasil

Pada tanggal 29 April 2019, saya mengikuti kejuaraan bergengsi Pencak Silat Sumedang Larang Open Championship (SLOC) Se-Asia Open di Sumedang. 
Satu bulan sebelumnya, saya berlatih lebih intensif dan sungguh-sungguh. Saya harus berlatih lebih keras karena di pertandingan sebelumnya saya dikalahkan oleh lawanku dan mentalitas diriku sendiri. 
Memang pertandingan kemarin adalah pengalaman pertama saya dan pelajaran yang cukup besar. Saat itu, aku hanya terlalu fokus pada teknik dipertandingan, tanpa melatih mental juga. 
Awalnya, saya berani, tetapi setelah melihat arena dan lawan-lawan yang kainnya, saya langsung demam dan nervous. Perasaan gugup akhirnya menghilangkan semua materi tentang teknik yang telah saya pelajari. 
Kali ini, selain mempelajari teknik-teknik, saya juga harus dapat memperkuat mentalitas saya dan juga belajar taktik. Saya selalu berlatih dengan tekun, bahkan saya meminta kepada pelatih untuk melatih saya setiap hari sebelum minggu pertandingan dimulai. 
Banyak teman saya mengeluh karena lelah, tetapi saya bersikeras untuk terus berlatih, saya juga selalu seimbang dengan selalu menjaga kesehatan saya.
Ketika saya hendak pergi ke Sumedang, ayah saya kambuh dari sakitnya dan harus dibawa ke rumah sakit dan dirawat. Dengan berat hati saya berangkat ke Sumedang pada saat itu juga. 
Saya merasa bersalah kepada ayah saya, karena saya tidak membantu dan menjenguknya di rumah sakit. Bahkan aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Aku merasa sedih dan bersalah. 
Saya hanya bisa meminta maaf kepada ayah saya melalui whatsaap, dan ayah saya memaklumi itu danmendoa'akan saya agar menjadi yang terbaik dalam pertandingan ini. 
Aku menangis, mengingat kondisi ayah di rumah sakit, tapi dengan egoisnya saya malah berada di sini. Pikiran saya kacau dan tidak pasti, kemudian teman saya mengatakan kepada saya untuk beristirahat saja. 
Sehari sebelum pertandingan, saya dan teman-teman berlatih sedikit hanya untuk relaksasi otot dan mengingat teknik-teknik yang telah kita pelajari. Aku sangat bersemangat kali ini, aku ingat motivasi-motivasi dari bapak saya dan di saya harus bisa menunjukkan yang terbaik.
Saya mendapat giliran terakhir di antara teman-teman saya yang lainnya. Saya bahkan menjadi seorang official untuk teman-teman saya agar bisa melihat atau arena sebelum bertanding. 
Banyak teman yang perempuan saya adalah pemula dan akhirnya mereka semua gagal. Aku tahu mereka seperti saya kemarin, pengalaman pertama mungkin gagal tapi kemudian harus berhasil. 
Saya melakukan pemanasan dan peregangan otot sebelum pertandingan, saya berdoa dan mengingat bapak saya yang sedabg sakit. Saya menangis dan berdoa lagi. Saya berambisi pertandingan ini  semua untuk ayah saya.
Saya meneriakkan suara dengan keras dan optimis bahwa saya harus menunjukkam yang terbaik. Pelatih dan teman-teman saya tanpa henti mendukung saya dan mendoakan saya. 
Mereka sangat yakin kalau saya bisa, dan saya lebih bersemangat. Pertandingan pertama, lawan saya terlambat memasuki arena jadi dia didiskualifikasi, saya sangat senang karena dengan ini saya langsung memasuki babak final. Tidak lama ini giliran saya bertanding untuk babak final. 
Seluruh doa, motivasi dan bayangan dari wajah ayah saya tampaknya mengalir dalam tubuh saya. Seolah-olah tidak ada rasa gugup dalam diri saya. Pertandingan yang saya rasa sangat singkat akhirnya dimenangkan oleh saya. 
Bahkan seluruh juri mengangkat bendera dengan warna biru, karena saya berada di sudut biru, dan wasit mengangkat tangan saya. Saya segera bersujud terima kasih dan selalu memanggil nama bapa dalam benak saya.
"Ya, ini semua untuk ayah saya ", lalu saya diberi medali emas oleh juri. Semua teman-teman memeluk saya erat-erat, saya sangat bahagia, dan ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Saya sangat berterima kasih untuk dapat menunjukkan kepada ayah saya, kalau saya bisa menunjukkan yang terbaik di sini.