Rini
Natasha Putri, yang biasa dipanggil Rini.
Ia seorang gadis aktivis yang sangat suka dengan hal-hal baru dan ia juga
sangat suka dengan tantangan. Saat ini ia duduk dibangku kelas XII. Johan
Prasetyo yang akrab dipanggil Jo
teman satu sekolah dengan Rini, ia mempunyai hobi mendaki, ia sudah
banyak mendaki gunung-gunung di Indonesia. Bahkan sudah banyak
komunitas-komunitas yang ia ikuti.
Di sekolah
Johan termasuk anak famous alias anak terkenal di sekolah. Bahkan para
guru sangat mengenalinya, bukan terkenal karena kenakalannya, tetapi ia cukup
berprestasi dalam bidang jurnalistik dan mempunyai vokal yang bagus. Banyak
anak-anak khususnya para cewek-cewek yang ngefans banget dengan
ketampanan dan suaranya yang bagus.
Setiap hari
rabu, Rini rutin latihan les karate, namun kali ini ia melihat Dhika si anak
famous itu mengiktui les karate juga. Rini samasekali tidak peduli dengan anak
famous itu. Di hari berikutnya, karena Jo tahu Rini adalah teman sekolahnya ia
mengajak Rini untuk latihan bareng di luar jam les dengan alasan Rini sudah
cukup jago dibandingkan ia sendiri yang baru bergabung. Tidak lama,
mereka mulai akrab dan mengobrol tentang keseharian mereka. Jo mulai menilai,
bahwa Rini berbeda dengan teman cewek-cewek lainnya di sekolah. Rini berbeda
karena ia sangat terlihat manis dan kharismatik.
Sudah menjadi
hobi, Jo berencana untuk mendaki gunung, kali ini ia berniat untuk mengajak
Rini. Di awal bulan desember Jo mengajak Rini untuk mendaki gunung tertinggi
Jawa Barat. Bagaimana tidak, Rini sudah lama menginginkan mendaki gunung tetapi
belum ada teman dan waktu yang tepat. Mereka setuju akan melakukan pendakian di
hari liburan sekolah dan tahun baru. Jo mengajak 3 teman akrabnya, dan ia juga
menyuruh Rini untuk mengajak teman ceweknya.
Satu minggu
sebelum mendaki, mereka berkumpul disebuah cafe untuk membicarakan tentang persiapan
dan perlengkapan untuk mendaki. Semuanya sepakat untuk berangkat tanggal
30 desember dan berkumpul di depan sekolah pukul 9 pagi.
((Rini pov))
Sudah gak
sabar nih buat mendaki, aku akan
menyiapkan semua peralatannya dari sekarang. Walaupun aku belum lama mengenal
Jo aku yakin padanya karena dia sudah handal dan berpengalaman dalam mendaki
gunung.
Tringgg...
Bunyi notifikasi dari ponsel
Rini.
"Bagi peserta yang lolos
seleksi Bimbingan Latihan masuk IPDN harap berkumpul hari sabtu pukul
7.00"
"Kenapa harus hari sabtu
sih!" batin Rini saat mempersiapkan semua peralatan mendaki.
tok..tok..tok..
"Riniii.. ini ada Dwi"
ucap seorang paruh baya dari luar kamar Rini.
"Iya mah, buka aja pintunya gak dikunci" teriak Rini yang masih duduk kebingungan karena notifikasi di ponsel nya itu.
"Iya mah, buka aja pintunya gak dikunci" teriak Rini yang masih duduk kebingungan karena notifikasi di ponsel nya itu.
kreekk..
"Ya ampun Rini! kamar lo
udah kayak kapal pecah" ucap Dwi sambil melihat-lihat semua kondisi kamar.
"Duhh... kenapa hari sabtu
segala coba!!" ketus Rini yang masih sibuk dengan ponselnya itu.
"Memangnya kenapa? Kita
udah fiks berangkat sabtu kan?" tanya Dwi sambil membantingkan badan
dikasur.
"Iyaaa..... Tapi ini ada
notif dari panitia bimlat buat kumpul hari sabtu jam 7" ucap Rini sambil
melanjutkan mengemas peralatan mendaki.
"Emang harus banget yak?
gaboleh ditinggal aja gitu?" tanya Dwi sambil mendekat ke Rini.
"Iyalah, ini menyangkut
masa depanku" ucap Rini meyakinkan Dwi.
Krekk...
" mamah buatkan kalian jus
alpukat nihh…" ucap mamah Rini seperti seorang pramu saji di restaurant.
"ya ampun tante baik banget deh, tau aja Dwi
lagi pengen jus nih hihihii... Makasih loh tante jadi repotin" ucap Dwi
sambil menerima jus dari tangan mamah Rini.
"iya sama-sama sayang" ucap mamah Rini pada Dwi teman baik Rini dari kecil.
"iya sama-sama sayang" ucap mamah Rini pada Dwi teman baik Rini dari kecil.
"Kayaknya aku agak
terlambat deh.." ucap Rini dengan pasrah karna waktu yang sangat bentrok.
"Yaudah gak papa. Kamu udah bilang ke temenmu itu??" ucap Dwi mengiyakan.
"Yaudah gak papa. Kamu udah bilang ke temenmu itu??" ucap Dwi mengiyakan.
"Jo?? Ohiya aku mau bilang
dari sekarang" ucap Rini sambil mengambil ponsel yang tertumpuk-tumpuk tas
dan buku-buku.
Rini : Jo...
Johan : iya, kenapa rin?
Rini : Jo, maaf ya. kayaknya nanti hari sabtu aku agak telat, soalnya ada kumpulan bimlat jam 7
Johan : Ohh iyaiya gakpapa. Santai aja
Johan : iya, kenapa rin?
Rini : Jo, maaf ya. kayaknya nanti hari sabtu aku agak telat, soalnya ada kumpulan bimlat jam 7
Johan : Ohh iyaiya gakpapa. Santai aja
Rini pun
segera membereskan perlengkapan dan membersihkan kamarnya yang sedaritadi
sangat berantakan.
((Sabtu pagi))
"Maah pahh... Rini berangkat..." teriak
Rini sambil berlari-lari kecil dari kamarnya.
"Lohh.. Kok pagi-pagi sekali sayang?" tanya mamah Rini dengan heran.
"Lohh.. Kok pagi-pagi sekali sayang?" tanya mamah Rini dengan heran.
"Rini mau ada kumpulan bimlat dulu sebelum
mendaki" ucap Rini terkekeh ngos-ngosan.
"Mau papah anter gak?" tanya papah Rini
yang melihat Rini kerepotan membawa peralatan mendaki.
"Enggak.. Engak usah pah.. Rini sendiri aja,
Rini pamit ya pah mah" ucap Rini sambil mencium tangan orangtuanya.
"Ya ampun nak.. Yaudah kamu hati-hati dijalan
ya" ucap mamah Rini sambil kebingungan sendiri melihat anaknya yang
terburu-buru.
Rini hanya tersenyum dan
bergegas pergi.
((Author pov))
Sejak pukul
8.00 Jo dan teman-temannya sudah berkumpul didepan sekolah, Dwi teman Rini pun
sudah sampai disekolah bersama Jo dan teman-temannya. Mereka tau kalau Rini
sedang ada kumpulan mungkin Rini akan telat satu jam. Setelah 2 jam menunggu
Rini belum juga datang, Dwi pun menghubungi Rini namun tidak diangkat. Semuanya
cemas karna sampai dua jam menunggu belum juga ada kabar dari Rini.
Didit, Rihan dan Adi sudah menghabiskan sekantong makanan karna terlalu lama menunggu kedatangan Rini.
Didit, Rihan dan Adi sudah menghabiskan sekantong makanan karna terlalu lama menunggu kedatangan Rini.
"Rini oh Rini.. Kemanakah
dirimu..." ucap Didit sambil menyanyikannya.
"Suaramu bikin mules tau
gak!" ucap Adi sambil melempar kulit kacang ke wajah Didit.
"Yaa habis Rini lama banget
sih, keburu siang nihh... Jo! gimana ini, belum perjalanan ke basecamp kita
sekitar 2 jam" cerocos Didit sambil terus mengunyah makanan dimulutnya.
"Sabar sabar... sebentar
lagi juga dateng" ucap Jo menenangkan keadaan.
"Etdah ahhhh, dari satu jam
yang lalu lo bilang begitu melulu" jawab Didit yang terus-terusan nyerocos
gak jelas.
"Iya Jo, kita belum membeli
logistik nihh" ucap Adi dengan gaya dewasanya.
"Hmmm... Yaudah gimana kalo
kalian duluan aja dan belanja logistik dipasar dekat basecamp, biar aku yang
nunggu Rini" ucap Jo mengklarifikasi.
"Nahhh... Yuu ah oteweee
hehe" ucap Didit sambil mengambil ranselnya.
"Bener yaa kamu tungguin
Rini, jangan sampe Rini gak jadi ikut.. Nanti aku sama siapa" ucap Dwi
mengkhawatirkan.
"Ehhh ehhh neng Dwi...,
tenang aje ada a'Didit disini" ucap Didit sambil menyenggol Dwi yang dari
tadi disampingnya.
"hihhh... Didit!!"
ucap Dwi sambil mengepal tangan ingin memukul Didit.
"Iyaiyaaa ihh cantik-cantik
galak mamat dahhh hahahaa" ucap Didit yang terus merayu Dwi.
"Yasudah..
kita duluan aja ya Jo, biar kamu sama Rini nanti kita ketemu di basecamp"
ucap Rihan sambil mengambil ransel dan mengajak teman-teman untuk segera
berangkat.
((Rini pov))
Haduhh... Ini lama banget, aku
sudah telat 2 jam. Mereka semua pasti sudah menungguku.
Tring...tring...tring..
17 pesan dan 11 panggilan tak terjawab.
17 pesan dan 11 panggilan tak terjawab.
Rini : Jo
maaf ya. Ini masih nunggu informasi dari panitia
Johan : Iya gakpapa. Santai aja.
Johan : Iya gakpapa. Santai aja.
Jo selalu jawab begini. Aku
tetap merasa gak enak dengan mereka
Terutama Dwi, dia sudah ada di sekolah dari jam 7.30. Sedangkan aku sudah telat hampir 3 jam.
Terutama Dwi, dia sudah ada di sekolah dari jam 7.30. Sedangkan aku sudah telat hampir 3 jam.
Setelah satu jam menunggu
akhirnya Rini datang dengan terburu-buru dan mengambil tas nya di kelas.
"Jo.. anak-anak yang lain
kemana?" tanya Rini kebingungan.
"Ohh mereka sudah pergi
dulu, karna belum membeli logistik, aku suruh mereka duluan aja" jawab
Johan dengan santai.
"Maaf ya Jo, sudah buat
kalian menunggu" ucap Rini merasa sangat bersalah.
"Gakpapa
kok rin. Santai aja.. Ayok berangkat mereka pasti udah nunggu di basecamp"
jawab Dhika sambil menyalakan motornya untuk segera berangkat.
((Author pov))
Meski
hujan sudah mulai reda, tapi masih saja rintik-rintiknya yang cukup untuk
membasahi sekujur badan. Mereka memutuskan untuk segera bergegas dan mengenakan
jas hujan. Sebelum pemberangkatan pendakian, semuanya melakukan doa bersama.
Perjalanan menuju
pos-1 memang lumayan jauh. Sesempat mungkin mereka beristirahat sejenak, karna
kebanyakan dari mereka adalah pemula. Setiba di pos, mereka beristirahat
disebuah gubuk kecil dan ada pendaki lainnya. Sesekali Rini menatap
langit yang masih mendung dan sangat menikmati dinginnya suasana
perbukitan ditemani burung camar yang berterbangan bebas kesana-kemari. Juga
semilir angin menyapa lembut membawa potongan daun kering dari atas pepohonan.
Juga daun-daun kecil yang jatuh dikepala Rini. Rini hendak mengambil
botol minum disamping tas ransel yang masih digendongnya itu. Dengan
kesusahan tiba-tiba ada yang meraih tangannya hingga membuat Rini
terkejut.
"Biar aku ambilkan!" Ucap Jo
sambil meraih tangan Rini dan mengambilkan botol air minum itu.
"Oh iya! Terimakasih" Ucap Rini
dan meraih botol air minum dari tangan Jo tanpa melihat wajah johan
sekalipun.
Johan hanya melihat Rini yang sedang
asyik meminum air yang hampir habis setengah botol itu.
"Capek ya?" Tanya Jo menatap
tajam kearah Rini.
Rini hanya menggelengkan kepala sambil menutup tutup botol air minumnya.
Rini hanya menggelengkan kepala sambil menutup tutup botol air minumnya.
"Lepas saja dulu ranselmu, kita masih lama
beristirahat disini" Ucap Jo sambil meraih ransel Rini yang masih
digendongnya.
"Harusnya kita nggak
usah berlama-lama disini, biar kita bisa mengejar waktu"
jawab Rini dengan wajah ketus sambil melepaskan ranselnya.
Rini membuang
pandangannya ke arah jalur pendakian dan melihat pendaki lain yang melintas.
"Kasihan yang lain.. mereka
masih kelelahan. Kamu juga jangan terlalu memaksakan untuk cepat sampai
puncak". ucap Jo seolah menasehati Rini sambil mengacak-acak
rambut Rini yang setengah basah karena rintikan hujan.
Setelah 30
menit beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan. Rintik-rintik gerimis masih
mengiringi sepanjang perjalanan. Menyambut sore dengan gelapnya belantara
dengan harum bau pohon pinus yang basah karena hujan. Keringat pun bercucuran ,
tapi tidak mengurangi semangat Rini untuk menempuh perjalanan. Ditengah
perjalanan, semuanya istirahat sejenak sambil meminum air bekal yang dibawa.
Karena gerah Rini melepaskan jas hujan yang
dikenakannya.
"Gerah ya?? Yaa lepas aja jasnya" ucap Jo dengan lagak sok perhatian sambil membantu melepaskan jas hujan Rini.
"Hoh, Emang mau aku lepas!" Jawab Rini singkat.
"Gerah ya?? Yaa lepas aja jasnya" ucap Jo dengan lagak sok perhatian sambil membantu melepaskan jas hujan Rini.
"Hoh, Emang mau aku lepas!" Jawab Rini singkat.
Dengan segala bentuk
perhatian-perhatian kecil yang diberikan jo, meambuat Rini sejenak
memikirkan sesuatu.
"kenapa Jo begitu perhatian
padaku.. ahh!! Mingkin ini perasaanku saja" Gumam Rini dalam
hati.
Dan hanya memikirkan betapa indahnya berada dipuncak nanti.
Dan hanya memikirkan betapa indahnya berada dipuncak nanti.
Rini memang sudah biasa mendapat
perhatian-perhatian seperti seorang kekasih dari teman-temannya. Namun Rini
hanya perhatian balik kepada teman organisasi disekolah nya saja.
Mereka melanjutkan
perjalanan, di sepanjang perjalanan Jo selalu berjalan di belakang Rini. Sambil
bernyanyi di sepanjang perjalanan dan memotret pemandangan, sesekali Jo
memotret wajah manis Rini secara diam-diam. Jo selalu berhasil mengabadikan
wajah Rini yang tersenyum bahagia, jarang-jarang seorang Rini bisa tersenyum
lebar seperti ini.
Jo merasa
sangat senang melihat Rini bisa tersenyum bahagia berada disini, awalnya ia
memang hanya iseng-iseng mengajak Rini untuk mendaki bersama. Tetapi disini, di
alam yang meneduhkan ini mampu untuk membukakan kembali hati Jo yang telah lama
terkunci. Perjalanan terasa sangat menyenangkan, terasa tak ada kata lelah
untuk melakukan pendakian ini. Perjalanan melewati beberapa pos sudah dilalui
begitu saja. Setelah sampai di pos terakhir untuk membuka tenda akhirnya mereka
beristirahat.
"kenapa kita buka tenda
disini?" tanya Rini keheranan.
"disini pos terakhir untuk
membuka tenda, memang kamu mau buka tenda di pucuk?" jawab Johan santai
sambil mengacak-acak rambut Rini.
"hiiihhhh.... Jo!! kan aku
gak tauuu" ucap Rini sambil merapihkan kembali rambutnya.
"dari awal nih anak berdua
berantem mulu dah" ujar Didit sambil membuka tutup botol minum.
"siapa juga yang
berantem,,," jawab Rini membantah.
"sok tahu kamu Dit, siapa
juga yang berantem. Iya gak Rin" cerocos Jo sambil merangkul Rini dengan
tanpa merasa berdosa.
Rini langsung refleks menarik
tangan Johan dan menariknya ke belakang badan Johan, dengan gaya karatenya.
"aduhhh.. aduhhh...
ampunn!!" rengek Johan menahan kesakitan.
"salah sendiriii..."
jawab Rini masih memegangi tangannya.
"ha ha ha haaa... makanya ati-ati
kamu Jo sama pendekar" ujar Didit sambil tertawa puas.
Rini pun melepaskan tangannya
lalu segera duduk untuk beristirahat. Sedangkan Johan masih menahan kesakitan.
"wkwk makanya kamu jangan
sembarangan sama Rini.. Iya gak Rin" ucap Dwi sambil tertawa meledek Jo
yang masih merasa kesakitan.
Mereka semua tertawa dan
bersiap-siap untuk membangun tenda, membuat api unggun dan menyiapkan beberapa
makanan untuk sekedar cemilan. Mereka diingatkan oleh Kang Adi, pendaki dari
Bandung itu untuk beristirahat cukup, karena esok hari harus akan melakukan
Summit pada jam 3 pagi.
Rini sangat tidak sabar untuk
segera sampai di puncak gunung, ini adalah impiannya sejak lama.
((Rini pov))
Hari kian
larut malam, gigilnya kabut kian menjadi-jadi. Aku merasa sangat senang, bisa
berpetualangan bersama teman-temanku. Kelak dingin ini yang akan membuatku
rindu akan hutan belantara. Aku masih duduk dengan mantel tebal dan kupluk
kesayanganku ini, yang mampu untuk menghangatkan tubuhku.
Sambil
memandang ke arah teman-temanku yang sedaritadi menghangatkan tubuhnya
dengan api unggun, dan melihat Jo membuat makanan untuk makan malam. Dia
terlihat dewasa, pintar, berbeda dengan cowok kebanyakan. Nyala api unggun
semburat di wajahnya, gemerlap bintang pun tak kalah untuk berusaha bersinar di
wajahnya, senyumnya terlihat begitu manis. Tak kalah dengan manisnya lengkung
bulan sabit dilangit. Aahhhh! Kenapa aku ini!
Aku masih
ingin menikmati malam seperti ini lebih lama lagi. Meskipun kadang kala semilir
angin terlalu menusuk, memaksaku untuk tidak lama berada disini. Aku sibuk
memandang langit, dengan sesekali memandang indahnya senyuman, entah itu
senyuman dari bulan sabit ataupun senyuman manis Jo. Aku larut dalam keindahan
ciptaan Tuhan, aku memejamkan mata sambil bernafas panjang. Aku merasakan
sesuatu yang sangat nyaman disini, namun lagi-lagi angin mencabikku sesukanya.
Rini….
Aku mendengar suara yang
menenangkan, bukan suara semilir angina maupun jangkrik. Jo! Iyaa itu suara Jo.
Aku membuka mataku dan berbalik badan.
“Rini… sedang apa sendirian?”
tanya Jo keheranan.
“akuu hanya sedang menikmati
indahnya alam ini” jawabku terbata-bata.
Jo hanya tertawa kecil, lalu
mendekatiku.
“kenapa kamu menertawakanku?’
tanyaku menegaskan.
“hehee.. gakpapa, malam ini kan
gelap, pemandangan apa yang bisa kamu lihat” jawab Jo yang lagi-lagi sambil
tertawa.
“langit” jawabku. “dan indahnya
senyum kamu dibawah sinar rembulan” gumamku dalam hati.
Jo langsung melihat ke arah
langit, dan melihat-lihat gemerlap bintang dan bulan.
“iya, langit yang sangat indah.
Tapi dingin sekali malam ini” jawab Jo meyakinkan.
Aku hanya mengangguk sambil
menggosok-gosokkan telapak tanganku. Memang dingin, tetap aku masih ingin
menikmati gemerlap bintang dilangit.
“dingin ya?” tanya Jo padaku,
dan aku hanya mengangguk mengiyakan.
Tiba-tiba Jo meraih tanganku dan
meniup-niupnya agar tidak terlalu dingin, aku agak menarik tanganku, tetapi Jo
tetap menahan tanganku agar tidak kedinginan lagi.
“tanganmu dingin sekali” ujar Jo
sambil terus meniup-niupkan tanganku.
Sekarang aku
melihat jelas lekung bulan sabit itu, maksudku senyumnya yang tak kalah indah
dengan bulan sabit di atas sana. Aku hanya tersenyum dan tertawa kecil. Lalu Jo
melihat ke arahku dan juga tersenyum, Jo mendekat ke arahku sangat dekat dan
menatapku begitu tajam, lalu perlahan ia mencium bibirku dengan hangatnya. Aku
terkejut, terdiam dan terbujur kaku, lalu aku mendorong tubuhnya sambil sedikit
berteriak. Jo!!!
“sorry!” ucap Jo kebingungan
lalu manarik tanganku untuk segera bergabung dengan teman-teman yang lain.
Aku mencium
harum masakan yang sangat enak. Persiapan makan malam hampir jadi dibantu oleh
Kang Adi, si koki gunung yang sangat pandai memasak. Oh iya! Ditengah
perjalanan tadi kami bertemu dengan team dari bandung. Meskipun kali
pertama bertemu dengan Kang Adi pendaki dari Bandung itu, ia sudah
banyak membantu team kami dalam melakukan banyak hal. Seperti membantu
mendirikan tenda sekarang ini, memberi tahu waktu yang pas untuk pemberangkatan
dan sekarang ia juga buatkan kita makanan.
Setelah
masakan sudah matang, akhirnyaaaaa... makan-makan..!!!
semuanya makan bersama dengan menggunakan wadah kertas nasi yang dicampur jadi satu. Setelah makan, anak-anak ada yang langsung tidur, ngobrol-ngobrol dan lainnya. Sementara aku masih setia dengan api unggun yang menyala terang itu, nyala api yang menjadi satu-satunya sumber penerangan dan sumber penghangat tubuhku. Sambil menikmati gigilnya malam dan sesekali aku melihat langit yang sama sekali tak berbintang itu. Disini, aku benar-benar merasakan kesunyian yang menenangkan. Suara riuh angin dan krik..krik... jangkrik menjadi satu menemani kesunyian itu.
semuanya makan bersama dengan menggunakan wadah kertas nasi yang dicampur jadi satu. Setelah makan, anak-anak ada yang langsung tidur, ngobrol-ngobrol dan lainnya. Sementara aku masih setia dengan api unggun yang menyala terang itu, nyala api yang menjadi satu-satunya sumber penerangan dan sumber penghangat tubuhku. Sambil menikmati gigilnya malam dan sesekali aku melihat langit yang sama sekali tak berbintang itu. Disini, aku benar-benar merasakan kesunyian yang menenangkan. Suara riuh angin dan krik..krik... jangkrik menjadi satu menemani kesunyian itu.
"Dingin ya" terlintas
pertanyaan itu yang selalu Johan tanyakan padaku ketika aku hanya
terdiam.
Meski
dinginnya malam ini, aku merasakan hangatnya perhatian dari Jo. Aku
merasakan kenyamanan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Aku tak pernah
menyangka bahwa rasa ini mulai tumbuh untuknya. Aku takut, ini hanya
perasaanku saja. Aku takut, rasa ini akan merubah sikapku yang malah membuatnya
merasa tidak nyaman.
Kok belum tidur? Dingin ya???" Tanya Jo
yang tiba-tiba datang dan lagi-lagi mengagetkanku, dengan mengenakan
jacket tebalnya lalu duduk disampingku.
Lagi-lagi pertanyaan itu yang Jo
tanyakan.
"Hah.. iya belum, aku belum ngantuk" jawabku dengan nada terkekeh.
"Hah.. iya belum, aku belum ngantuk" jawabku dengan nada terkekeh.
((Author pov))
Jo
menatap tajam wajah Rini yang sedang menggosok-gosokkan tangannya karena
udara yang semakin dingin. Lalu, Jo melepaskan jacketnya itu dan
mengenakannya ke tubuh Rini, meskipun Rini sudah mengenakan
mantel dan kupluk biru kesayangannya. Jo bisa merasakan sangat dinginnya
malam itu.
"Eehhh... apaaa ini??"
Tanya Rini yang sempat terkaget karena jacket yang dipakaikan Jo
ke tubuhnya itu.
"Pakai saja.. Malam ini
sangat dingin. Mungkin dingin ini yang buatmu tak bisa tidur" jawab Jo
dengan wajah yang dipenuhi rasa khawatir.
Tidak bisa dibohongi, malam ini
memang begitu dingin. Rini memakai jacket yang diberikan Jo dan
membantunya untuk mengenakannya.
Malam semakin
larut, semilir angin dan kabut lembut pun datang menggigilkan malam ini. Bahkan
nyala api unggun mulai redup karena angin yang semakin bertiup kencang. Jo menyuruh
Rini untuk masuk tenda dan beristirahat.
((Author pov))
Mereka bangun
pagi-pagi sekali untuk melakukan summit. Mereka menyiapkan sarapan sebelum
summit. Seperti biasa, Kang Adi selalu menjadi chef gunung bagi temannya
dan team Rini. Team Rini hanya bisa membantu saja. Sebelum melanjutkan
perjalanan, mereka makan bersama untuk menambah energi. Seperti biasa, hanya
menggunakan kertas nasi dan dicampur menjadi satu mereka makan bersama.
Tepat jam 3 pagi, mereka berdo’a terlebih dahulu, Kang
Adi mengingatkan team Rini untuk lebih berhati-hati karena akan melewati
bebatuan dan ketinggian yang sangat curam. Mereka melanjutkan perjalanan untuk
sampai ke puncak. Jo selalu setia berjalan dekat Rini, bahkan Jo selalu
memabantu Rini untuk terus menanjak. Sesekali mereka beristirahat sejenak lalu
melanjutkan.
Di tengah perjalanan Rini terpeleset, meskipun tidak
terlalu parah tetapi membuat kakinya agak susah untuk terus berjalan. Jo
menawarkan diri untuk menggendongnya, tetapi ini menolak dan memaksakan diri
untuk terus melanjutkan perjalanan menuju puncak. Rini selalu memaksakan diri
untuk tetap kuat, tetapi tetap saja membuat Jo begitu sangat khawatir. Jo
meraih tangan Rini untuk membantunya, kali ini Rini tidak bias menolak karena
kondisi kakinya yang membuatnya butuh pertolongan Jo.
Pukul 5 pagi, mereka sampai di puncak. Melihat keindahan
Sunrise dari atap tertinggi Jawa Barat. Sungguh indah, lautan awan yang
menggelayut dan semilir angin berhembus membelai mesra. Semuanya sangat senang
dan bersyukur, akhirnya bias sampai pada puncak tertinggi.
((Rini pov))
Aku
melangkahkan kaki untuk menikmati pesona alam yang sangat indah, kabut lembut
mulai menyelimuti puncak gunung, angin membelai. Tak ada niatan aku untuk
berlari dari sini, aku merasakan kenyamanan yang sesuangguhnya. Aku merasakan kenikmatan
yang begitu berarti, terasa lebih dekat dengan Tuhan Sang Pencipta alam ini.
Aku memotret pemandangan
samudra awan, dan semburat mentari pagi hari. Aku menghembuskan nafasku yang
terasa sangat lega. Aku teringat ucapan dari salah seorang teman saya, bahwa
mendaki gunung itu berbahaya! harus melewati hutan belantara yang menakutkan.
Tapi, hei... Alam ini menenangkan! selama kita bisa menjaga dan tidak
merusaknya.
Tiba-tiba Dwi
memelukku sangat erat, dia sampai menangis bahagia bias berada disini. Ya, aku
pun bisa merasakan bahagianya berada disini. Kami semua berfoto bersama. Jo
menawarkanku secangkir kopi yang sudah ia siapkan dalam termos kecil yang
dibawanya. Bahkan kopi ini terasa lebih enak dari biasanya, dengan suasana yang
menyejukkan membuatku tak berhenti untuk bersyukur.
Setelah
2 jam berada di puncak, akhirnya kami kembali untuk turun. Untuk sampai di pos
tempat bangun tenda, hanya membutuhkan waktu 30 menit. Kami beristirahat
sejenak di tenda dan bersiap-bersiap melanjutkan untuk turun. Jo selalu berada
di dekatku, ia selalu menjagaku dan mengkhawatirkan keadaanku.
Di tengah perjalanan, aku tidak bisa lagi menahan rasa
sakit luka di kakiku. Jo memaksaku untuk mau digendongnya. Awalnya aku menolak,
tetapi keadaan sudah tidak lagi memungkinkan, akhirnya mau digendong olehnya,
ia berusaha untuk kuat menggendongku. Tanganku
melingkar di leher Jo sambil tersenyum dan berterimakasih.
Aku tidak mengerti, mengapa dia begitu baik padaku. Aku
tak mau terlihat lemah dihadapan siapapun! tetapi dengan Jo, aku tak bisa.
Bersamanya aku merasakan kenyamanan.
Jo…
“hmm…” timpalnya.
“kenapa kamu mau
menggendongku?” tanyaku penasaran
“karena aku sayang
kamu” jawab Jo sambil terus melanjutkan perjalanan.
Aku hanya terdiam dan
tersenyum, lalu menyenderkan kepalaku di punggungnya.
Setelah sampai di basecamp, kami beristirahat sambil
menunggu jemputan datang. Teman-teman yang lain memakan sedikit cemilan yang
dibeli di warung depan basecamp. Jo buatkan aku secangkir kopi panas, dan ia
sibuk memberi obat merah di kakiku.
Jo…
“hmm..” timpalnya.
“Terimakasih ya”
ucapku.
“Buat?” tanyanya
singkat.
“Semuanya” jawabku.
Dia melihat ke arahku
dan tersenyum.
Setelah jemputan sudah datang, kami akhirnya menuju
perjalanan untuk pulang kerumah masing-masing. Kang Adi dan kawan-kawannya pun
berpamitan dan kami mengucapkan terimakasih pada mereka, yang sudah banyak
membantu.
Selesai