Mendaki
adalah kegiatan yang sudah tidak asing lagi di dengar di telinga. Dahulu
mendaki gunung adalah hal yang sangat ekstrim dan hanya dilakukan oleh
orang-orang yang profesional karena resiko dari mendaki itu sendiri masih
sangat besar. Sekarang mendaki gunung sudah menjadi hal yang biasa, bahkan kini
gunung sudah menjadi tempat wisata yang siapapun bisa pergi kesana. Mulai dari
kalangan remaja, dewasa bahkann anak-anak ada yang sudah diperbolehkan untuk
mendaki dengan periapan yang cukup, walaupun masih ada beberapa gunung yang
benar-benar masih asri dan beresiko sangat besar.
Mendaki gunung seperti sangat menarik dan menantang bagi
saya. Pada tahun 2017 tepatnya saat saya duduk dikelas 2 MA saya berniat untuk
mendaki Gunung Tampomas bersama senior saya. Gunung Tampomas adalah gunung
berapi yang terletak di Jawa Barat, tepatnya sebelah uatara Kota Sumedang
dengan ketinggian 1684 mdpl. Puncak Gunung Tampomas (penduduk setempat
menyebutnya Sangiang Teraje). Sekitar 200 meter kearah uatara dari puncak
Sangiang Teraje terdapat makam keramat yang dikenal dengan nama pesarean.
Menurut kisah, tempat tersebut adalah petilasan Prabu Siliwangi dan Dalam
Samaji pada masa kerajaan Padjajaran Lama. Selain menyaksikan keindahan kota
sumedang dari ketinggian, di puncak gunung juga terdapat lubang-lubang kawah
dengan dominasi bebatuan besar nan eksotis. Gunung Tampomas dipercaya memiliki kekuatan mistis yang
kuat, sudah dari dulu banyak orang yang menjadikannya sebagai tempat bertapa.
Gunung Tapomas juga digunakan tempat encari ilmu oleh Prabu Siliwangi. Disana
terdapat sejumlah situs yang bersejarah tentang berkuasanya kerajaan Padjajaran
di Sunda.
Saya tahu untuk
mendaki gunung ini pasti tidak akan diizinkan oleh orang tua, karena itu saya
menyiapkan semua peralatan tanpa sepengetahuan orang tua. Bahkan biaya selama
mendaki saya tanggug sendiri dengan uang tabungan. Saya hanya membawa jaket,
sarung tangan dan sedkit bekal makanan. Persiapan yang sangat minim dan kurang
safety dalam mendakian pertama ini tentu akan membahayakan diri sendiri.
Pukul 6 sore seniorku menjemput kerumah dan meminta izin
kepada orang tua saya untuk mendaki, sempat terkejut dan ingin melarang namun
tertahan akhirnya orang tuak mengizinkan dan mendo’akan agar kami baik-baik
saja selama pendakian. Kami brangkat untuk berkummpul dengan tim yang lainnya
yaitu Backpacker Cirebon. Disana semuanya rata-rata sudah dewasa dan bekerja
dan laki-laki, yang bersekolah hanya aku senior dan sepupu seniorku perempuan.
Saya sempat takut karena kebanyakan semuanya laki—laki, tetapi kata seniorku
semuannya orang baik dan akan menjaga kita selama perjalanan mendaki.
Pukul 9 malam kami berangkat dari Cirebon menuju sumedang
menggunakan mobil, ada 4 orang yang menggunakan sepeda motor. Perjalanan menuju
Sumedang yang macet membuat perjalanan ngaret sampai kurang lebih 4 jam. Kami
memilih jalur Narimbang di Desa Narimbang Kecamatan Conggeang. Jalur ini
terdapat mata air dan curug Ciputrawangi yang terkenal. Setelah sampai kami
singgah dirumah warga setempat untuk beristirahat. Awalnya kami ingin melakukan
perjalanan malam, namun menurut warga kami sebaiknya melakukan perjalanan di
pagi hari.
Pada pukul 6
kami semua bersiap-siap, tidak lupa kami sarapan untuk mengisi perut sebelum
mulai mendaki. Pukul 7 pagi kami berangkat dan menemui tempat wisata air panas
curug Ciputrawangi yang tidak jauh dari rumah warga. Selama 2 jam perjalnanan
kami sampai di pos 1 disana terdapat banyak anjing hutan yang membuat saya
takut. Ternyata disana terdapat warung yang menyuguhi jajanan dan masih
terdapat sumber mata air yang melimpah. Kami beristirahat sambil memakan sedikit
bekal yang kami bawa.
Setengah jam beristirahat kami memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan, sebelumnya bapak penjaga warung itu selalu memberi peringatan pada
kami untuk tetap berhati-hati selama pendakian dan hati-hati dalam ucapan dan
bersikap selama pendakian gunung tampomas ini. Kami mengerti maksud bapak-bapak
itu dan meminta izin untuk melanjutkan perjalanan.
Selama perjalanan saya tak pernah merasakan lelah, karena
sangat bersemangat melakukan pendakian ini dan disetiap perjalanan selalu disuguhi
pemandangan indah yang tak pernah saya temuai sebelumnya. Dalam perjalanan
kadang tim kami kesulitan mencari jalan karena tak ada petunjuk arah. Pos kedua
tidak ada tanda apapun, sampai di pos tiga kami menemukan batu besar yang konon
katanya ada cerita mistis dan tidak boleh diceritakan secara sembarangan. Setelah
sampai pos empat ada papan kami beristirahat dan memakan kembali bekal yang
sudah kami bawa. Setelah sampai di pos lima kami bertemu dengan pendaki lain
yang juga baru naik, menuju pos lima kami menemukan jalur bebatuan yang sangat
ekstrim, seperti jalan terputus yang langsung menuju jurang, bahkan untuk
melewatinya kami harus saling menggandeng tangan untuk bisa mlewatinya.
Perjalanan menuju pos enam kami menemukan kawah Gunung Tampomas yang kecil dan
curam, namun gelap karena tertutup pohpn-pohoh
besar.
Pukul 1 siang akhirnya kami sampai di puncak Gunung Tampomas
dengan daratan yang cukup luas, kami berfoto-foto sebelum akhirnya membangun
tenda dan membuat makanan. Disana
terlihat Kota Sumedang, karena lautan awan pada saat itu tidak ada. Saya
bersyukur dengan perjalanan yang cukup terjal akhirnya sampai pada puncaknya.
Kami menunggu samapi sunset atau momen matahari tenggelam,
kami berfoto-foto sampai hari semakin gelap. Semakin larut udara semakin dingin,
sempat terkejut karena tidak menginap untuk beristirahat karena perjalanan tadi
pagi masih sangat melelahkan. Saya baru tahu kalau pendakian ini hanya pendakian
tek-tok. Perjalanan untuk turun mulai dari jam 7 malam, udara yang sangat
dingin membuat kesulitan bernapas, ditambah lagi kondisi gelap hanya berbekal senter
kecil membuat kaki saya sering tergelincir. Perjalanan yang sangat melelahkan
dan kesulitan. Saya tetap memaksakan diri untuk tetap melanjutkan perjalanan
sampai akhirnya saya terjatuh karena kaki yang sangat lemas. Mengetahui saya
terjatuh ketua tim memutuskan untuk beristirhaat dan memberiku minum dan
sedikit madu untuk menambah tenaga. Beberapa menit kami melanjutkan perjalanan
yang cukup terjal. Setelah dua jam perjalanan kami sampai di pos satu tepat
pukul jam 9 malam, warung bapak itu
ternyata masih buka dan hanya ada api unggun sebagai sumber penerangan ditempat
itu. Kami beristirahat cukup lama sekitar 1 jam, sambil memakan bekal makanan
yang kami bawa.
Disana kami berbincang banyak dengan bapak-bapak itu, dia
bercerita tentang Gunung Tampomas, dan sedikit kejadian yang sering dialami
para pendaki Gunung Tampomas. Syukurnya diantara kami tidak ada yang
kenapa-kenapa ujarnya. Kami sempat terkejut, memangnya ada apa dengan Gunung Tampomas
ini. Bapak itu bercerita tentang seringnya ada kematian seorang pendaki secara tidak
wajar diduga karena sembarangan dalam ucapan dan bersikap, ada juga dikarenakan
tersesat karena tidak adanya penunjuk jalan jalur pendakian. Gunung tampomas
adalah tempat keramat dan masih benar-benar asri. Jadi apapun ucapan buruk
pasti akan benar terjadi. Disitu kami menyadari dan lebih waspada, bukan hanya
gunung tampomas tetpai mendaki di gunung
lainnyapun harus tetap menjaga sikap kita.
Setelah 1 jam beristirahat kami memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan, perjalanan masih dengan trek yang terjal membuat kaki
saya semakin mati rasa, karena kurang dan sepatu yang kurang nyaman di kaki
membuat kaki saya lecet parah tetapi saya selalu memaksakan diri untuk tidak
beristirahat. Pukul 11 malam akhirnya kami sampai dan kembali kerumah warga
yang kami singgahi sebelum berangkat. Hanya beristirahat sejenak lalu kami
melanjutkan perjalanan pulang dan beristirahat di mobil. Pukul 2 pagi saya sampai
dirumah dengan kondisi kaki parah dan tubuh yang terasa remuk. Kurangnya
persiapan dan perlengkapan yang lengkap untuk mrndakai membuat saya sangat
tersiksa. Selama dua hari saya tidak bisa berjalan. Namun tak ada rasa menyesal
atau kapok untuk mendaki lagi. Saya baru sadar untuk mendaki harus menyiapkan persiapan
dan perlengkapan yang lengkap, baik untuk perlengkapan yang dipakai maupun
barang-barang yang harus dibawa agar tidak membuat cedera di gunung.